Powered By Blogger

Saturday, 9 March 2013

Tentara vs Rakyat Kecil


Tanggal 29 Januari 2013 KPI Jatim mendapat laporan kasus pemukulan pelajar serta siswa hamil yang terjadi di sebuah SMP negeri Surabaya. Saat dikonfrmasi ke sekolah menemui kepala sekolah dan beberapa guru yang menceritakan kasus, siswi kelas 3 yang terungkap hamil usia jalan 5 bulan. Kehamilan korban terungkap saat terjadi kasus pemukulan salah satu siswa yang berinisial GR yang dipukul oleh siswa SMK berinisial R yang ternyata pacar korban. Pemukulan pertama saat pengambilan raport di SMP, karena bola basket yang dimainkan GR mengenai motor R. Pemukulan yang kedua terjadi saat R mendengar berita kehamilan korban. R menduga GR yang menyebarkan berita tersebut. Kemudian  mereka sepakat bertemu dan R langsung memukuli GR sampai babak belur dan masuk rumah sakit. Keluarga GR tidak terima dan melaporkan R ke polisi.


Berita kehamilan yang santer terdengar tersebut membuat guru BK menanyakan berita kehamilan kepada korban sampai akhirnya korban mengaku sudah hamil usia jalan 5 bulan. Korban mengungkapkan 2 kali melakukan hubungan suami istri, pertama dilakukan di rumah R, kedua dilakukan di rumah teman R bersama teman-temannya. Setelah itu korban merasa dirinya hamil karena tidak menstruasi, korban dan pelaku berterus terang pada ibu R. Ibu R meminta korban untuk menggugurkan kandungannya karena R akan menempuh sekolah angkatan. Setelah itu korban berusaha menggugurkan kandungannya dengan jamu, sprit, dan nanas muda, namun tidak berhasil. Setelah orang tua korban mengetahui anaknya hamil, mereka bermaksud menemui keluarga R di Malang untuk meminta pertanggungjawaban.

Bukan disambut dengan baik, Orang tua Rmalah meminta korban  untuk menggugurkan kandungannya dan mengancam keluarga korban untuk tidak melaporkan kasus ini ke polisi karena keluarga R adalah keluarga tentara. Orang tua korban diminta membuat surat pernyataan yang isinya kesanggupan untuk tidak mengungkit kehamilan korban.

Keesokan harinya orang tua korban mendatangi sekolah menceritakan kejadian yang terjadi pada anak mereka serta bermaksud mengundurkan diri dari sekolah karena malu. Mereka merasa karena kejadian ini dapat mencemarkan nama baik sekolah sehingga dalam waktu dekat korban akan dibawa ke Blitar di rumah neneknya untuk tinggal disana hingga melahirkan.Kepala sekolah merasa iba dan mengusahakan pendidikan korban agar tetap dapat mengikuti UNAS yang tinggal 2 bulan saja. Akan tetapi dari pihakkeluarga korban menolak karena akan merepotkan kepala sekolah. Sehingga untuk masalah pendidikan, setelah melahirkan korban akan diikutkan kejar paket B oleh orang tuanya yang mempunyai kenalan di Blitar.

Aparat Pengadilan Tidak Sensitif Jender


Sudah jatuh tertimpa tangga. Mungkin peribahasa ini yang tepat untuk menggambarkan nasib gadis belia usia 15 tahun, sebut saja Gadis. Siswa yang masih duduk di bangku SMP ini merupakan  korban tindak manipulasi pemerkosaan oleh seorang Mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya. Gadis merasa lemas ketika selesai menjalani proses pengadilan kasusnya Selasa, 29 Februari 2013 kemarin di PN Arjuno. Bukannya merasa lega karena pelaku diadili, tapi dia merasa terintimidasi karena hakim yang terus menanyainya itu, mengomentari seenaknya setelah Gadis menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan. Hal ini membuat Gadis tertekan dan tertunduk malu karena mengingat aksi bejat pacarnya.

Gadis yang datang bersama keluarganya saat proses pengadilan mengaku kecewa atas sindiran-sindiran hakim yang membuatnya tidak bisa menjawab dengan tegas. Bu Fara dari LBH Kosgoro yang menjadi pengacara Gadis juga merasa kecewa. Pasalnya, tidak ada orang yang mau menjadi korban apalagi korban pemerkosaan. Mereka sudah merasa hina, maka jangan lebih dihina karena jelas itu juga melanggar hak asasi manusia.
Karena celotehan dan pertanyaan-pertanyaan hakim yang tidak sensitif jender membuat pengadilan yang dilakukan secara tertutup ini menyiratkan bahwa korban dan pelaku melakukan hubungan suami istri karena suka sama suka atau karena kehendak mereka sendiri. Padahal tidak mungkin. Gadis lugu seusianya mempunyai hasrat ingin melakukan hubungan suami istri jika ia belum menikah. Saat pacaran memang suka sama suka. Tapi untuk melakukan hubungan intim, laki-laki selalu mengkondisikan perempuan untuk mau melakukan hubungan tersebut dengan berbagai rayuan atau pun janji-janji palsu.

Ikan Juga Butuh Perlindungan


Sustainable Seafood


Potensi hasil perikanan masih sangat menjanjikan dan menguntungkan sampai dengan hari ini. Konsumsi daging ikan yang tergolong aman dibandingkan dengan daging hewan membuatnya menjadi tren konsumsi dunia yang cukup tinggi. Hingga kini hampir seluruh wilayah perairan di dunia terutama daerah pesisir telah terjamah oleh tangan manusia sebagai bukti dari eksploitasi sumber daya laut besar-besaran. Namun hal ini berbanding terbalik dengan menipisnya sumber daya perikanan karena eksploitasi berlebihan dan kerusakan ekosistem. Dampaknya saat ini jumlah dan ukuran ikan hasil tangkapan nelayan semakin hari semakin kecil. Bahkan untuk mendapatkan ikan, nelayan harus melaut lebih jauh lagi ke tengah lautan. Kondisi ini diperparah dengan cuaca yang semakin ekstrim dari hari ke hari sehingga menurunkan hasil tangkapan ikan.
Namun faktor yang paling utama kondisi tersebut adalah ketidaksadaran tentang pentingnya ecolabel baik oleh para produsen ikan nelayan, pengepul, ritel, maupun konsumen ikan. Ecolabel merupakan usaha memperbaiki sistem perikanan yang lebih ramah terhadap lingkungan dan berdampak bagi keberlanjutan sumber daya kelautan (sustainable fisheries). Hal ini sangatlah penting berkaitan dengan ketahanan pangan di Indonesia dan dunia.
Selama ini upaya advokasi tentang perikanan yang ramah lingkungan sudah dilakukan oleh beberapa pihak terhadap para pelaku perikanan (nelayan/pembudidaya). Namun hanya sedikit yang dapat menjangkau kalangan pelaku industri dan konsumen. Padahal adanya praktik dan pengelolaan perikanan yang tidak ramah lingkungan yang dilakukan oleh pelaku perikanan, tidak lain disebabkan adanya permintaan pasar yang selalu siap sedia menampung hasil perikanan walaupun didapatkan dengan cara-cara yang merusak ekosistem.
Berbagai upaya yang dilakukan oleh beberapa pihak nampaknya belum maksimal, karena usaha yang dilakukan tidak berjalan terpadu terutama di kalangan pelaku industri perikanan. Hal ini disadari oleh WWF Indonesia dengan membuat sebuah program bernama Seafood Savers (SS) sebagai solusi bisnis untuk perikanan yang berkelanjutan.
SS merupakan sarana berkumpulnya pelaku industri perikanan menuju perikanan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan yaitu dengan menjangkau sertifikasi produk perikanan internasional; MSC (Marine Stewardship Council) untuk perikanan tangkap dan ASC (Aquaculture Stewardship Council) untuk perikanan budidaya. SS berfungsi sebagai landasan relasi antar-usaha perikanan seperti produsen, pengumpul, pengolah, dan distributor. Tidak hanya itu, SS bertujuan mengedukasi para konsumen mengenai pentingnya memilih dengan bijak produk-produk seafood yang bertanggung jawab.
WWF Indonesia kemudian berinisiatif mengajak dan melibatkan jaringan NGO lain untuk dapat berperan aktif dan bersinergi dalam gerakan penyelamatan dan perbaikan perikanan Indonesia serta upaya perikanan berkelanjutan. Pada pertemuan yang diinisiasi oleh WWF Indonesia di Bogor, 30 Januari s.d. 2 Februari, beberapa NGO kemudian mendeklarasikan pembentukan JAringan peRIkanan bertangguNGjawab Nusantara (JARING Nusantara) dengan tujuan utama memperbaiki dan melindungi ekosistem perikanan, meningkatkan cadangan ikan, serta menciptakan sistem perikanan berkelanjutan di Indonesia. Dan Koalisi Perempuan Indonesia Jawa Timur (KPI Jatim) merupakan salah satu pendirinya.
Secara penuh KPI Jatim sangat mendukung upaya-upaya perbaikan kelestarian sumber daya alam termasuk perikanan. Hal ini selaras dengan agenda KPI Jatim periode 2013 s.d. 2017 yang berfokus pada isu ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan perempuan. Apabila sumber daya perikanan kita menipis maka akan berdampak pada menurunnya kesehatan gizi ibu dan anak karena ikan merupakan sumber protein yang relatif aman dikonsumsi dibandingkan dengan produk hewani lainya. Selain itu, KPI Jatim memiliki kelompok dampingan nelayan di beberapa wilayah di Jawa Timur sehingga sangatlah memungkinkan bagi KPI Jatim untuk melakukan advokasi berkaitan dengan keberlanjutan perikanan dan ecolabeling produk perikanan.
Saat ini produsen dan pasar perikanan global yang tergabung dalam SS menginginkan produk yang dihasilkan dari perikanan berkelanjutan dan ecolabel tetapi sayangnya produk tersebut sangat sulit didapatkan dari pelaku perikanan. KPI Jatim melihat hal ini sebagai peluang bagi para pelaku perikanan untuk dapat memenuhi persyaratan ecolabeling berdasarkan sertifikasi MSC/ASC. Sehingga hasil perikanan para pelaku perikanan akan memiliki nilai jual tinggi, dan selanjutnya diharapkan mampu memperbaiki kesejahteraan keluarga perempuan pelaku perikanan. Semoga.

Oleh
Eka Dian Savitri


BUKU TAMU