Powered By Blogger

Monday, 22 June 2015

Pernyataan Sikap Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Jawa Timur (KPI JATIM)

 

PERNYATAAN SIKAP KOALISI PEREMPUAN INDONESIA WILAYAH JAWA TIMUR  (KPI JATIM)
Atas penolakan Uji materi Undang-undang Perkawinan Pasal 7 ayat (1) frasa umur 16 (enam belas)tahun dan pasal 7 ayat (2).

Saat hukum buta pada kelompok rentan.

Keputusan MK menolak permohonan pengujian Undang-undang Perkawinan Pasal 7 ayat (1) frasa umur 16 (enam belas) tahun dan pasal 7 ayat (2) pada tanggal 18 Juni 2015. Dengan menolak menaikkan usia perkawinan anak perempuan dari 16 tahun menjadi 18 tahun. Dalam undang-undang no.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak juncto, undang-undang 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak, menyebutkan bahwa anak adalah manusia  yg berusia di bawah 18 tahun, begitu pula dengan undng-undng HAM dan Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi oleh Negara Indonesia. Hal ini menunjukkan kemunduran berlangsungnya demokrasi yang menghormati, memenuhi dan menjamin hak atas perlindungan kelompok rentan yakni anak.

Pemerintah Indonesia dalam  Undang-Undang no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak juncto Undang-Undang no.35 tahun 2014, Pasal 26 ayat 1c menyatakan bahwa orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. Adanya benturan antar pasal dalam undang-undang yang berbeda ini membuat masyarakat dan para penegak hukum berkesulitan dalam menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya. Mahkamah konstitusi tentu membuat pertimbangan dari berbagai dimensi termasuk menggunakan pertimbangan sosial budaya dan  tentu mempertimbangkan undang-undang yang lain pula yang mengatur tentang hal serupa. Namun yang kami sesalkan keberadaan konvensi hak anak dan undang-undang perlindungan anak serta undang-undang tentang Hak Asasi Manusia tidak cukup mengubah perspektif para hakim MK dalam membuat keputusan.

Perkawinan adalah hak setiap orang yang harus dijamin, dilindungi oleh negara karena merupakan hak asasi maka perlu ada pengaturan agar tidak merugikan pihak dengan relasi kuasa yg lebih lemah karena persoalan budaya dan penafsiran yang tidak fair bagi anak yang jelas dan nyatanya belum cakap, serta belum memiliki kematangan psikologi dan fisik. Anak sebagai manusia yang mengalami tumbuh kembang dengan fisik, mental, psikologi masih mengalami pertumbuhan dan berada pada proses psikologi yang labil, perlu mendapatkan perlakuan spesifik. Mengingat anak adalah manusia yang juga dijamin Hak Asasi Manusianya, karena dengan adanya standar khusus bagi anak adalah  bagian dari penghargaan entitasnya, standar khusus dalam HAM bagi anak adalah bentuk spesifik yang hanya ada pada usia anak untuk menjamin bila anak diperlakukan sesuai dengan haknya yang berbeda dengan orang dewasa.

Angka statistik pernikahan dini dengan pengantin dibawah 16 tahun tepatnya di Jawa Timur 39,43% dari jumlah anak di jawa timur. 1 dari 5 anak Indonesia, menikah pada usia 15-18 tahun. Pernikahan ketika masih berusia anak adalah pernikahan dengan kondisi yang belum siap bagi anak. Karena secara kesehatan anak masih mengalami tumbuh kembang untuk tubuhnya, bukan untuk janin yang dikandung anak perempuan, organ reproduksinya pun belum siap untuk aktivitas reproduksi. Akibatnya anak mengalami anemia pada saat hamil, mengalami kematian ibu, mengalami kematian bayi ataupun melahirkan bayi dengan gizi rendah (bawah garis merah). Tercatat angka kematian ibu indonesia masih 359/100 ribu kelahiran dan 32 bayi mati/1000 kelahiran. Kondisi ini harus diselesaikan dengan kebijakan yang akan mengatur secara sistem bagaimana anak perempuan mendapatkan hak hidupnya, hak tumbuh kembangnya dan hak untuk memilih tidak menikah di usia anak serta hak bebas dari paksaan pernikahan.

Pernikahan usia anak yang memposisikan anak melakukan hubungan seksual lebih awal. Hal ini adalah salah satu faktor risiko terjadinya kanker leher rahim. Pada usia anak sel-sel leher rahimnya belum matang. Jika terdapat Human Papilloma Virus (HPV) pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker. Berdasarkan data Departemen Kesehatan RI, di Indonesia terdapat 90-100 kasus kanker leher rahim per 100.000 penduduk. Setiap tahun terjadi 200.000 kasus kanker leher rahim. Anak perempuan adalah kelompok yang paling dirugikan dalam perkawina  usia anak, karena ketidaksiapan organ seksualnya. 

Pada Pernikahan usia dini juga sangat rentan bagi anak mengalami kekerasan. Kekerasan dalam rumah tangga menjadi salah satu penyebab angka perceraian yang meningkat. Penyebab perceraian tertinggi karena tidak ada keharmonisan dalam rumah tangga, selain itu tidak ada tanggung jawab masing-masing pihak. Ditinjau dari segi psikologis, kondisi emosi dan mental remaja belum stabil. Kestabilan emosi umumnya terjadi usia 24 tahun, karena pada saat itulah orang mulai memasuki usia dewasa. Sedangkan anak masih bersifat labil dan berupaya menemukan jati dirinya. Perkawinan usia dini juga dapat menjadi angin segar bagi para pedofilia yang masih bebas di Indonesia, mengingat Indonesia belum memiliki aturan spesifik untuk menindak para pelaku kejahatan seksual diantaranya pelaku pedofil.
Pertimbangan usia 16 tahun tidak dinaikkan dalam perkawinan dengan alasan mengakomodir budaya di Indonesia yang masih banyak mengawinkan anak usia anak (dibawah 18 tahun) bukan sebagai pertimbangan yang bijak. Karena anak-anak dalam hal ini seringkali tidak dihadapkan pada pilihan atas masa depannya. Anak tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan atau tidak dijalankan dengan partisipatif, anak tidak memahami konsekuensi atas keputusan yang diambil oleh pihak lain atas masa depannya. Kondisi yang ada masih mengikuti tradisi yang belum berpihak pada anak sebagai kelompok rentan. Justru karena kerentanan nya anak harus dilindungi dari praktek-praktek tradisi yang membahayakan masa depannya termasuk dalam hal pendidikan, kesehatan, hak menyampaikan pendapat, dll. Sekali lagi, hukum harus bertindak adil bagi kelompok rentan.

Pertimbangan usia 16 tahun tidak dinaikkan dalam perkawinan karena anak zaman sekarang telah mengenal seks lebih dini dan sudah baligh sehingga perkawinan usia 16 tahun dianggap telah memadai agar tidak terjadi free sex. Akan lebih bijak bila melihat adanya free sex karena media informasi yang tidak tersaring dengan baik di negara ini. Pendampingan orang tua yang kurang pada anak. Anak sudah baligh maka anak memiliki nafsu seks dan hal ini yang harus di didik pada anak agar bisa mengelola diri mereka. Pendidikan seks tidak diberikan pada anak (kebanyakan di institusi pendidikan formal hanya sebatas mengenalkan organ tubuh yang dirasa kurang, bahkan sepertinya tidak mengenalkan  lebih kepada fungsinya, cara merawat, menjaga, melindungi, melaporkan bila terjadi kekerasan, dampak seks, penataan masa depan anak, dll.). Perlu penyelesian yang sistemik dan berjejaring antara institusi pendidikan, orang tua dan masyarakat untuk menguatkan anak agar tidak dijerumuskan dalam free sex, bukan menikahkan anak.

Pada anak perempuan yang mengalami Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), pemerkosan, kekerasan seksual, akan mengalami trauma dan merasa gagal dalam perjalanan hidupnya. Menikahkan mereka juga bukan solusi, karena akan menjadikan mereka korban untuk yang kedua kalinya. Bisa dibayangkan mereka harus hidup dengan orang yang melakukan kekerasan padanya, anak harus hidup dengan orang yang memperkosanya. Anak membutuhkan penguatan dan perlindungan serta pemenuhan haknya sebagai korban, Cukup sudah penderitaan anak kita. Mereka punya hak untuk memilih hidup dan masa depan yang lebih baik dengan pendampingan orang tua dan dukungan lingkungan untuk kehidupan yang lebih bermartabat.

Kami, Koalisi Perempuan Indonesia wilayah Jawa Timur mendorong pemerintah Indonesia untuk memenuhi janjinya dalam penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, menghormati - memenuhi dan melindungi hak perempuan. Kami meminta pemerintah untuk segera mengambil langkah strategis dalam penghapusan praktek perkawinan usia anak. Kami menyerukan pada :
1. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesi untuk segera merevisi Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang pernikahan, dengan langkah partisipati yakni mendengarkan pengalaman perempuan yang mengalami pernikahan usia anak, termasuk pula melakukan konsultasi dengan kelompok-kelompok anak yang ada di tingkat Provinsi, Kabupaten, maupun Kecamatan.
2. Presiden Republik Indonesia, segera merumuskan kebijakan strategis dan menjalankannya mengenai penghentian laju pernikahan anak di Indonesia, memastikan setiap anak untuk mendapatkan hak pendidikan 12 tahun dengan mengalokasikan anggaran pendidikan, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan reproduksi bagi remaja, baik remaja perempuan maupun laki-laki.

Terhadap putusan ini, kami menyampaikan keprihatinan mendalam, namun sebagai organisasi gerakan perempuan, kami KPI jawa timur akan tetap melakukan upaya-upaya perlindungan anak termasuk penghapusan praktek perkawinan anak di Indonesia.

Salam Keadilan dan Demokrasi
Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Jawa Timur


Wiwik Afifah, S.Pi., MH.
Sekretaris Wilayah KPI JATIM

Tuesday, 4 November 2014

Aksi Damai "Gerakan Rekonsiliasi Anak Bangsa"

Meski terik mentari cukup menyengat, tak mematahkan Gerakan Rekonsiliasi Anak Bangsa untuk memperingati hari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 2014 itu. Aksi tersebut di selenggarakan di Taman Apsari , Surabaya dan diikuti oleh 29 aliansi, diantaranya: 
1.         Pusham Surabaya (Pusat Studi HAM)
2.         GKI (Gereja Kristen Indonesia)
3.         Gusdurian Surabaya
4.         GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) FISIP Unair
5.         KPI JATIM (Koalisi Perempuan Indonesia)
6.         Pemuda GKJW (Greja Kristen Jawi Wetan)
7.         SAPULIDI (Persatuan Perempuan Peduli Generasi Indonesia)
8.         Gereja Katolik
9.         LBH Surabaya (Lembaga Bantuan Hukum)
10.     GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) Surabaya
11.     DMI (Disable Motor Indonesia)
12.     HWDI (Himpunan Wanita Disable Indonesia)
13.     CMARS (Centre for Marginalies Community Studies)
14.     Retorika FISIP Unair
15.     HIMA Sosiologi FISIP Unair
16.     HIMA Administrasi Negara FISIP Unair
17.     HIMA Ilmu Informasi Perpustakaan FISIP Unair
18.     CROSSLINE
19.     Yayasan Mariam
20.     Dipayoni
21.     GEMA INTI (Gerakan Muda Indonesia Tionghoa) Surabaya
22.     PPGI Surabaya (Perhimpunan Pemuda Gereja Indonesia)
23.     Prajurit Pelangi
24.     Paguyuban Semanggi Surabaya
25.     Pustaka Lewi
26.     YKBS (Yayasan Kasih Bangsa Surabaya)
27.     Atas Nama Bangsa
28.     Sahabat Pustaka
29.     PAS (Paguyuban Arek Suroboyo)



Dan berikut ini cuplikan pers rilis yang disampaikan saat aksi berlangsung:
     Tahun ini, bangsa Indonesia telah melalui hajatan pesta demokrasi yang cukup panjang, mulai dari pemilihan Kepala Daerah, anggota Legislatif, hingga pemilihan Presiden. Pesta demokrasi ini tentu saja berdampak pada fragmentasi politik di kalangan elit. Hal tersebut wajar adanya, karena di dunia politik praktis selalu ada menang-kalah. Ironisnya, baru-baru ini fragmentasi politik di kalangan elit juga mempengaruhi relasi sosial di masyarakat. Pengaruh tersebut bisa kita rasakan bersama di kehidupan sehari-hari. Tetangga rumah yang selama ini baik dengan kita, tetapi karena pilihan politik yang berbeda, kemudian berubah menjadi sinis terhadap kita. Begitupun sebaliknya, kita terkadang merasa sinis terhadap orang-orang di sekitar yang memiliki pilihan politik berbeda.
      Fenomena tersebut nampaknya masih terus terjadi, meskipun bangsa Indonesia telah menyelesaikan hajatan politiknya. Apalagi baru-baru ini masyarakat kita menyaksikan dengan begitu jelasnya fragmentasi politik di saat sidang pengesahan UU Pilkada dan pemilihan Ketua DPR RI beberapa waktu yang lalu. Apa yang dicontohkan oleh elit politik di gedung dewan itu berdampak langsung menjadi sentimen politik antara satu individu dengan individu lain di dalam masyarakat. Jika tidak segera diatasi, sentiment politik tersebut akan berubah menjadi potensi konflik, yang tentunya bakal mengancam keutuhan kita sebagai sebuah bangsa.
    Berangkat dari kekhawatiran tersebut, maka kami Gerakan Rekonsiliasi Anak Bangsa mengajak seluruh masyarakat untuk bersatu kembali, dan melupakan sentimen-sentimen politik yang pernah muncul akibat pilihan politik yang berbeda. Hajatan politik telah selesai, kita kembali menjadi sebuah bangsa yang utuh, Bangsa Indonesia. SUMPAH PEMUDA adalah momentum yang tepat bagi Bangsa Indonesia untuk kembali bersatu, dan melupakan perbedaan-perbedaan di antara kita. Melalui peringatan Sumpah Pemuda ini, kita menginginkan adanya semangat kebersatuan demi menjaga keutuhan Bangsa Indonesia.
    Oleh karenanya, maka GERAKAN REKONSILIASI ANAK BANGSA, yang terdiri dari puluhan kelompok masyarakat sipil dengan latar belakang yang berbeda-beda, menyatakan:
1.       Menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat untuk kembali bersatu dan melupakan sentimen politik yang muncul akibat pilihan-pilihan politik yang berbeda.
2.       Menyerukan kepada fraksi-fraksi partai politik di Parlemen agar turut serta dalam menjaga harmonisasi relasi sosial di tengah masyarakat.
3.       Menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat agar tidak terpengaruh dengan fragmentasi elit politik yang ada di gedung Dewan.

 Surabaya, Hari Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 2014

Gerakan Rekonsiliasi Anak Bangsa

Jepret Memory 28


















Kegiatan ToT Pendidikan Pemilih (Voter Education)

Koalisi Perempuan Indonesia Jawa Timur (KPI) sebagai organisasi massa berbasis perempuan. KPI menganggap momen politik rekrutmen komisiioner KPU, pemilihan legislatif, dan pemilihan presiden adalah pijakan bagi keterwakilan perempuan untuk mewujudkan perubahan yang diharapkan. Langkah yang dilakukan adalah dengan mendorong pemenuhan kuota 30% bagi perempuan pada semua lini institusi. Selama 2009 hingga saat ini, KPI dengan jejaring telah melakukan pengalawan caleg perempuan dengan beragam aktivitas, mulai dari penyususnan permasalahan dan alternatif solusi bersama, pembelajaran atas survey-survey keterdipilihan caleg perempuan, kursus caleg, ToT pemantau, pelatihan kepemimpinan dan terakhir adalah ToT Pendidikan Pemilih dengan memainstreamkan isu perlindungan sosial.
TOT Pendidikan Pemilih telah dilaksanakan dan mencetak kader-kader yang siap melatih anggota Balai Perempuan. Penting bagi KPI segera melakukan pendidikan pemilih untuk mencerdaskan perempuan terkait materi demokrasi, pertisipasi perempuan dalam demokrasi, penyelenggara pemilu, tata cara pemilihan umum, mengawal pemiliu, kontrak politik dan pemilih bertanggungjawab. Rangkaian materi tersebut secara pragmatis akan disampaikan dalam jangka waktu yang telah direncanakan dalam silabus pendidikan politik, sekitar 5 hari. Namun secara konseptual, pendidikan pemilih telah dilaksankana sebagai rangkaian pendidikan kader KPI, mulai dari pendidikan kader dasar hingga menengah, diskusi di BP hingga pendidikan lainnya seperti seminar dan rapat-rapat anggota yang menguatkan pemahaman dan sikap anggota terhadap politik.
Keberadaan kuota 30% perempuan dalam Undang-Undang no.8 tahun 1012 merupakan kemajuan kebijakan yang mengakomodir pemenuhan hak politik perempuan. Namun hal ini tidak berarti perempuan telah memiliki jatah kursi legislatif. Kuota perempuan sebagai syarat administratif bagi kelolosan parpol merupakan hal yang menguntungkan bagi perempuan, namun juga rentan di selewengkan dengan model kolusi dari pejabat parpol. Oleh karenanya penting melakukan advokasi keterwakilan perempuan dalam menduduki posisi caleg yang strategis secara nomer urut dan dapil hingga pengawalan saat kampanye agar tidak melanggar aturan dan mentransaksikan uang kepada konstituen. Pendidikan politik pada anggota KPI, turut juga ddiikuti oleh caleg perempuan baik sebagai peserta non formal (bukan peserta utama) maupun sebagai pembicara tamu untuk mengenalkan diri. Caleg yang mengikuti pendidikan pemilih dihadirkan 3-5 orang dengan parpol yang berbeda. Hal ini menunjukkan bagaimana KPI mensupport caleg perempuan tanpa memberikan keistimewaan pada partau politik tertentu.
Koalisi Perempuan Indonesia berkepentingan ntuk mensukseskan pemenuhan kuota 30% perempuan sebagai langkah untuk melakukan perubahan kebijakan dan perubahan nasib perempuan. Pendidikan pmilih menjadi salah satu proses demokrasi yang harus dilewati oleh konstituen untuk mengisi moment politik yang terarah sesuai dengan kepentingan perempuan. Agenda ini dimaksudkan sebagai bentuk komitmen dari gerakan perempuan mengawal pemilih perempuan dalam langkahnya menyampaikan aspirasi. Pasca pendidikan pemilih ini, setiap peserta akan diminta komitmennya untuk melakukan pendidikan politik pemilih sekurang-kurangnya pada tetangganya dan apabila memang bersedia menjadi pemantauan seiring dengan agenda pemantauan yang telah dilakukan selama 2 bulan atau mulai dari pemungutan suara hingga penetapan. Mengingat pentingnya agenda ini sebagai bagian dari agenda besar pemenangan hak politik perempuan, maka kami berharap ada komitmen dari peserta.
           Tujuan di selenggarakannya kegiatan ini yakni:
1.      Melakukan penguatan kapasitas anggota perempuan dalam memahami demokrasi,              keterwakilan perempuan dan pemilih bertanggungjawab.
2.      Melakukan penguatan anggota perempuan untuk menyalurkan hak politik/ suaranya
3.      Melakukan komitmen bersama untuk pengawalan suara perempuan







Mencari Kerang Bambu di Laut Kenjeran

      Senja sore yang indah (Sabtu ,23/8) duduk diselasar bambu sambil menikmati secangkir es susu sembari berbincang-bincang dengan nelayan perempuan di Pantai kenjeran lama. 
     Awalnya tak ada niat mencari kerang bambu atau yang biasa dikenal dengan sebutan lor juk. Namun, ditengah-tengah perbincangan kami salah seorang ibu-ibu muda yang tengah hamil menawar kami untuk ikut mencari kerang bambu. Sayangnya beberapa dari kami harus terpisah. Karena ada sebagian yang melihat lihat kembali proses pengolahan kerang hingga dioleh menjadi berbagai bentuk olahan matang yang siap santap, yakni di daerah Bulak-Kenjeran.
      Untuk dapat menemukan dan mencari kerang yang satu ini, kita hanya dapat menangkapanya pada saat air laut sedang surut. Nah, kebetulan sekali saat itu air laut bersahabat, sehingga kami beserta ibu-ibu nelayan dapat melaut mencari kerang bambu.
        Dan berikut ini adalah beberapa dokumentasi yang sempat kami ambil pada saat pergi melaut.
Menunggu air laut surut untuk mencari kerang bambu/lor juk


Alat yang digunakan untuk umpan: lidi, serok, umpan (kapur+detergen)


Mencari tempat yang tepat untuk mencari lubang kerang bambu


Menggali lubang kerang bambu


Agar air tidak menutupi lubang galian, maka kita buat gundukan tanah disekitarnya


Menggali lubang untuk yang kedua kalinya, sambil mencari mana sih lubang si kerang bambu


Mencoba memberikan umpan untuk si kerang agar keluar dari lubang


Butuh kesabaran agar kerang mau keluar dari lubangnya.


Hap, si kerang bambu berhasil kita dapat



   oleh: Yenik Wahyuningsih

Tuesday, 23 September 2014

Konselor Sebaya

Melihat permasalahan remaja yang saat ini beragam, mulai dari free sex, narkoba, kesulitan dalam belajar serta permasalahan dalam dinamika remaja seperti pacaran, dsb, adalah masalah sehari-hari remaja yang  konsidi psikisnya masih labil.

Menurut Wiwik Afifah, sekretaris wilayah Koalisi Perempuan Indonesia, remaja adalah generasi penerus yang memiliki potensi besar. Tinggal bagaimanakah orang dewasa disekitarnya mengasah potensi remaja. Bila potensi tidak terasah, bisa membuat remaja justru tidak terarah yang menyebabkan banyaknya anak tidak memahami minat bakatnya. Apalagi bila lingkungan sekitarnya tidak mendukung, seperti adanya permasalahan rumah tangga, pengaruh media elektronik dan IT yang tidak terkontrol, serta pengaruh lingkungan yang negatif. Sehingga masa-masa remaja yang masih labil tdak menutup kemungkinan si remaja akan terjebak dalam lingkaran yang buruk.

Masa peralihan dari sifat anak-anak menjadi dewasa, membuat remaja perlu mendapatkan kondisi maupun perlakuan yang berbeda. Namun sayangnya tidak banyak orang tua, guru, tetangga, dan orang dewasa lainnya yang dapat memposisikan diri sejajar dengan remaja, setidaknya lebih mengayomi dan tegas terhadap remaja.  Sehingga orang dewasa bisa menjadi sahabat remaja. Dan problematika pubertas, problematikan sosial dan reproduksi remaja sering tak terselesaikan.

Kejadian disekitar kita yang sering kali di alami yakni ketika pelajar atau remaja sering kali enggan menceritakan masalahnya pada orang tua ataupun gurunya yang dianggap tidak gaul, tidak mengerti sekelumit dunia anak sekarang dan tidak paham bagaimana kemauan mereka. Akibatnya secara tidak langsung si remaja cenderung bercerita pada temannya. Di sisi lain, teman sebayanya tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan problem solving dan tidak menutup kemungkinan malah bisa menjerumuskan pada pergaulan yang tidak tepat.

Dinas Pendidikan Kota Surabaya berupaya menterjemahkan visi dan misi pendidikannya tidak hanya pada pendidikan yang sesuai kurikulum mata pelajaran saja, akan tetapi ada banyak ilmu yang ingin disampaikan, utamanya dibagikan saatu sama lain sebagai upaya  merespon kondisi remaja. Hal ini bisa disebut sebagai upaya peningkatan kompetensi siswa. Diknas kota Surabaya berupaya membentuk ekstrakurikuler Konselor Sebaya. Tujuannya adalah untuk melatih siswa menjadi konselor atau teman curhat yang baik untuk teman sebayanya serta untuk meminimalisir permasalahan pada remaja (pelajar) di kota Surabaya.

Program Konselor Sebaya telah berlangsung selama tiga tahun, terhitung sejak tahun 2012. Pada tahun 2014 ini,  siswa-siswa yang dilatih menjadi konselor sebaya, akan dibekali pendalaman materi dan akan dijadikan pioneer dari ekstrakurikuler Konselor Sebaya di sekolahnya. Melalui Ekstrakurikuler Konselor Sebaya pula, diharapkan sekolah dapat menampung permasalahan siswa sejak dini melalui program Konselor Sebaya serta mampu mensosialisasikan konsep-konsep positif diri siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Sebelum diimplementasikan sebagai ekstrakurikuler, Dinas Pendidikan telah menjadwalkan pelatihan selama 2 minggu untuk melatih Guru BK dan Wakasek Kesiswaan serta para murid di 5 titik tempat yang berbeda, yaitu Surabaya Pusat, Surabaya Barat, Surabaya Timur, Surabaya Utara dan Surabaya Selatan. Dengan menggandeng LSM, praktisi psikolog dan akademisi, Dinas Pendidikan berharap bisa menjembatani ruang yang selama ini membuat beberapa pihak bekerja sendiri-sendiri dalam meminimalisir permasalahan remaja. Sehingga dengan adanya Konselor Sebaya, diharapakan semua pihak mampu bekerjasama dalam menyiapkan generasi emas bangsa Indonesia.

Dian Eka Novita sebagai salah satu fasilitator agenda tersebut menyatakan bahwa kegiatan ini akan sangat membantu masyarakat untuk mengantisipasi remaja dalam menyelesaikan permasalahannya dengan jalur yang tidak tepat karena kurangnya informasi untuk mereka. Disisi lain, agenda ini penting dan perlu diselenggarakan lebih luas lagi.

Upaya LSM di kota surabaya dan Jawa Timur untuk melakukan pendampingan remaja sudah lama dilaksanakan. Menurut Wiwik Afifah, S.Pi., S.H, M.H., sejak 2011 banyak LSM yang melakukan pendidikan sebaya pada remaja tidak terbatas di sekolah, karena masih ada remaja yang tidak bersekolah. Sehingga pendidikan sebaya mengenai hak dan kewajibannya, pertumbuhan dan kesehatan repsoduksi, pergaulan remaja dan permasalahan remaja serta pengelolaan potensi diri untuk sukses, harus dilakukan pula di komunitas-komunitas yang tidak terikat dengan pendidikan formal.

Pentingnya kelompok remaja penggerak tingkat kelurahan hingga RT untuk melakukan upaya preventif dan kuratif maupun penangangan permasalahan remaja. Yang di prakarsai oleh Dinas Pendidikan, BAPEMAS, Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial kota Surabaya saat itu merupakan langkah maju. Meski harus terus progresif dan bersifat strategis dalam upaya pemenuhan hak anak. Dinas Pendidikan kota Surabaya yang menyelenggarakan pendidikan konselor sebaya untuk guru dan murid harus diiringi dengan upaya peningkatan pemenuhan hak lainnya seperti penyediaan fasilitas kesehatan anak di sekolah, tempat umum, Kelurahan, dll. Hal ini tidak hanya menjadi PR DIKNAS semata, namun pemerintah secara keseluruhan dan masyarakat.


Hal strategis yang ada di kota Surabaya adalah perda penyelenggaraan perlindungan anak kota Surabaya dan eksistensinya sebagai kota layak anak. Sehingga para stakeholder dalam hal pemenuhan anak, patut konsisten ketika melakukan upaya-upaya yang ada di kota Surabaya sebagai kota layak anak. Tentu saja hal tersebut dimaksudkan agar tidak hanya menjadi slogan dan upaya formalitas semata. Maka dari itu, mari dukung pemenuhan hak anak untuk kepentingan terbaik anak.

Oleh: Wiwik Afifah, S.Pi., S.H., M.H.

Tuesday, 16 September 2014

Workshop Pembentukan Protokol Pengumpulan Data Aspek Kerang

      Sertifikasi ekolabel MSC (Marine Stewardship Council) sejak pertama kali metodenya diperkenalkan pada 1999 telah secara luas diterima sebagai sistem sertifikasi yang sesuai dengan Panduan Eco-labelling serta CCRF (Code of Conduct for Responsible Fisheries) dari FAO (Food and Agriculture Organization). Dalam laporan independen yang baru saja dirilis (2010), Accentura menyebutkan bahwa sistem sertifikasi ini tercatat yang terbaik dari 6 sistem sertifikasi sejenis lainnya. Dengan menggunakan standar MSC, produk perikanan yang tersertifikasi diharapkan akan memiliki karakteristik yang baik dalam pengelolaan perikanan, keberlanjutan secara ekologi serta mekanisme ketertelusurannya. Sistem sertifikasi ekolabel ini telah menjadi standar produk perikanan ramah lingkungan dan lestari yang menjadi syarat utama agar produk tersebut bisa dipasarkan di negara Eropa dan Amerika. Mayoritas retailer besar dengan jaringan terluas di kedua benua tersebut bahkan sudah berkomitmen hanya akan menerima produk perikanan bersertifikat MSC.
           WWF Indonesia bekerjasama dengan KPI Jawa Timur yang memiliki kelompok dampingan nelayan kerang di pesisir Kenjeran dan Sedati, berkeinginan untuk mentransformasi kelompok dampingan menjadi berkelanjutan dan bertanggungjawab serta mendorong peningkatan kesejahteraan keluarga nelayan kerang. Salah satu aktivitas yang dilakukan adalah melakukan studi kelayakan menggunakan standard MSC guna menilai kesiapan perdagangan perikanan kerang oleh nelayan berdasarkan sertifikasi ekolabel.
           Studi kelayakan ini bertujuan untuk memberikan informasi secara umum mengenai perikanan, berdasar data yang didapat dari klien dan otoritas pengelola dimana aktivitas perikanan berada. Tujuan lain dari studi kelayakan ini adalah untuk mengidentifikasi kemungkinan hambatan atau masalah dalam memasuki sertifikasi ekolabel MSC.
           Sebagai tahapan utama dan pertama, maka perlu dilakukan penelitian untuk pengumpulan data aspek-aspek habitat, ekologi, biologi, morfologi, kerang (spesies target, spesies retained, spesies ETP, spesies bycatch) dan habitat serta ekosistemnya . Oleh karena itu, kami perlu melakukan diskusi bersama dengan pihak akademisi dan dinas perikanan, untuk mendapatkan masukan dalam pembuatan protokol pengumpulan data aspek tersebut.
        Kegiatan ini bertujuan untuk menyusun protokol pengumpulan data aspek habitat, ekologi, biologi, morfologi kerang (spesies target, spesies retained, spesies ETP-Endangered, Threatened, or Protected species, spesies bycatch) dan habitat serta ekosistem kerang. 








Saturday, 6 September 2014

Kegiatan ToT Pemantau Pemilihan Legislatif

Sebagai organisasi gerakan, Koalisi Perempuan Indonesia Jawa Timur (KPI) dan Women and Youth Development Institute of Indonesia (WYDII) adalah organisasi yang mendorong pemenuhan kuota 30% bagi perempuan. Dalam agenda tersebut, kami bersama jejaring telah melakukan pengalawan caleg perempuan dengan beragam aktivitas, mulai dari penyususnan permasalahan dan alternatif solusi bersama, pembelajaran atas survey-survey keterpilihan caleg perempuan, kursus caleg, pelatihan kepemimpinan dan sebagainya. Kegiatan berjaringan ini merupakan langkah konkrit sebagai bentuk dukungan kami sebagai organsiasi politik pada perempuan dari berbagai partai dan pada dapil tingkat Kabupaten, Propinsi dan RI.
Keberadaan kuota 30% perempuan dalam Undang-Undang no.8 tahun 2012 merupakan kemajuan kebijakan yang mengakomodir pemenuhan hak poplitik perempuan. Namun hal ini tidak berarti perempuan telah memiliki jatah kursi legislatif. Kuota perempuan sebagai syarat administratif bagi kelolosan parpol merupakan hal yang menguntungkan bagi perempuan, namun juga rentan di selewengkan dengan model kolusi dari pejabat parpol. Oleh karenanya penting melakukan advokasi keterwakilan perempuan dalam menduduki posisi caleg yang strategis secara nomer urut dan dapil. Mengingat kuota 30% bukan sebagai jatah kursi, yang memposisikan perempuan harus bekerja keras mencari suara dengan start yang berbeda dengan politisi laki-laki yang secara umum lebih berpengalaman dan bermodal.
Pentingnya perempuan dalam legislatif sebagai pembawa visi politik perempuan, tentu akan berfokus pada perubahan kesejahteraan perempuan dan masyarakat. Sejak adanya pemilu di Indonesia, perempuan adalah kelompok dengan jumlah mayoritas. Keberadaan caleg perempuan ataupun tim pemenangan caleg yang terdiri dari perempuan adalah pendulang suara yang banyak. Namun sayangnya, “budaya” setor suara, jual beli suara, penghilangan suara hingga  perusakan suara sering terjadi dan membuat perempuan gagal menjadi anggota legislatif. Strategi dan upaya pemenangan yang dilakukan caleg perempuan sering sekali tidak sampai mengantarkan caleg pada pemenuhan kuota 30% perempuan di legislatif karena bentuk-bentuk kecurangan yang ada mulai dari sebelum pemungutan suara, proses pemungutan suara, perhitungan dan rekapitulasi hingga proses penetapan.
Melihat fenomena tersebut, KPI Jawa Timur dan WYDII menyelenggarakan Training of Trainer (ToT) Pemantau dan atau saksi caleg perempuan. Agenda ini dimaksudkan sebagai bentuk komitmen dari gerakan perempuan mengawal perempuan potensial dalam langkahnya mengisi kursi legislatif. Agenda ini merupakan upaya menguatkan kader perempuan dalam mengadvokasi sesama perempuan dengan nilai-nilai keswadayaan pemantau dan kemandirian bagi caleg perempuan. Pasca ToT ini, setiap peserta akan diminta komitmennya untuk merekrut setidak-tidaknya 5 orang potensial yang juga bersedia mangawal suara caleg perempuan. Mengingat pentingnya agenda ini sebagai bagian dari agenda besar pemenangan perempuan, maka kami berharap ada komitmen dari peserta.
            Tujuan di selenggrakannya kegiatan ini, yakni:
1.      Melakukan penguatan kapasitas kader perempuan dalam mengawasi pelaksanaan pemungutan, perhitungan dan rekapitulasi suara
2.      Melakukan penguatan kader perempuan untuk mengawal suara caleg perempuan potensial hingga penetapan calon legislatif perempuan menjadi anggota legislatif
3.   Melakukan komitmen bersama untuk pemenangan caleg perempuan






BUKU TAMU